TAHAP PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL MENURUT ERIK ERIKSON - Teori Post-Freudian
TAHAP PERKEMBANGAN PSIKO SOSIALMENURUT ERIK ERIKSON Teori Post-Freudian
Tahap I: Masa Bayi (0-18 bulan)
Kepercayaan Dasar vs. Kecurigaan Dasar
Tahap I: Masa Bayi (0-18 bulan) Kepercayaan Dasar vs.
Kecurigaan Dasar
Krisis ego: Kepercayaan dasar vs Kecurigaan dasar (Trust
vs Mistrust).
Peristiwa penting: Memberi makan.
Kekuatan ego: Pengharapan/Hope
Periode ketika anak sangat tergantung pada pengasuhnya.
Pengalaman dalam tahapan oral pada bayi mencerminkan kualitas hubungannya
dengan objek emosinya.
Hubungan yang aman,
konsisten, dan stabil akan memberikan rasa percaya pada objek emosinya tersebut
(disertai adanya harapan).
Anak mengembangkan perasaan kepercayaan bila orang yang
memelihara dapat dipercaya, memberi perhatian, dan kasih sayang.
Kalau hal ini tidak
dialami bayi maka ia akan curiga.
Tahap II: Masa Kanak-kanak (1-3 tahun)
Otonomi vs. Perasaan Malu-malu dan keragu-raguan
l Krisis ego: Otonomi vs Perasaan malu – ragu-ragu (Autonomy
vs Shame).
l Peristiwa penting: Pembiasaan akan kebersihan toilet
(toilet training)
l Kekuatan ego: Kemauan/Will l Periode ketika anak
mengembangkan berbagai kemampuan fisik dan mental, seperti berdiri, berjalan,
memegang, melepas, dan berkomunikasi dengan orang lain.
l Saat inilah anak belajar mengenai apa yang ia mau dan
memilih apa yang ingin ia lakukan. Fasilitasi dan penghargaan pada proses ini
akan menimbulkan rasa percaya diri dan otonomi (serta menghargai semangat dan
kemauannya). Jika tidak difasilitasi, akan timbul keraguan dan rasa malu.
l Anak perlu mengembangkan perasaan
bahwa ia sendiri dapat mengontrol keterampilan- keterampilan fisik dan dirinya
yang otonom. Kalau berhasil ia akan mengalami perasaan otonomi, sedangkan kalau
gagal akan menimbulkan perasaan malu dan ragu-ragu.
Krisis ego: Inisiatif vs Kesalahan (Initiative vs. Guilt).
l
Peristiwa penting: Eksplorasi.
l Kekuatan ego: Tujuan/Purpose l Periode ketika anak
bersemangat untuk menguasai berbagai keterampilan dan melakukannya sendiri.
Mereka sering menunjukkan ide dan inisiatif untuk melakukan sesuatu.
l Memfasilitasi anak terhadap proses ini akan menimbulkan
keberanian anak untuk berinisiatif (dan mempunyai tujuan) dan jika terhambat
akan menimbulkan perasaan rendah diri dan rasa bersalah.
l Anak mulai memperlihatkan kemampuannya untuk mengontrol
dan menguasai lingkungan. l Kalau berhasil, ia akan merasakan tujuan, sedangkan
kalau gagal dia akan mengalami kesalahan
Tahap IV: Usia Sekolah (6-11 tahun) Kerajinan vs.
Inferioritas
Krisis ego: Kerajinan vs Inferioritas (Industry vs.
Inferiority)
l Peristiwa penting: Sekolah l Kekuatan ego:
Kompetensi/COMPETENCE
l Periode usia sekolah ketika anak belajar banyak dan
berkompetensi dengan temannya. Ia belajar bagaimana sukses dan gagal dalam
belajar. Jika anak difasilitasi, sering memperoleh dorongan dan pujian, akan
berkembang dalam diri anak perasaan mampu menghasilkan sesuatu yang
membanggakan atau mencapai sukses.
l Sebaliknya, jika ia selalu dikecilkan, tidak dianggap
penting, yang berkembang adalah perasaan rendah diri.
l Anak belajar menanggulangi tuntutan-tuntutan baru di
bidang sosial dan akademik. Kalau dia berhasil, dia akan mengalami perasaan
kompetensi, sedangkan kalau gagal, dia akan mengalami perasaan inferioritas
Tahap V: Masa Adolesen (12-18 tahun)
Identitas vs. Kekacauan
Peranan
l Krisis ego: Identitas vs Kekacauan Peranan (Idenitity vs.
Role Confusion)
l Peristiwa penting: Hubungan-hubungan sosial l Kekuatan
ego: Kesetiaan/fidelity.
l Pada periode remaja ini, Erikson menyatakan bahwa setiap
manusia harus menemukan ego identity mereka.
l Setiap remaja akan mencoba berbagai peran serta gaya hidup
yang mereka amati.
l Keberhasilan mengatasi krisis di periode sebelumnya akan
membantu ia untuk melakukan pilihan yang memperkuat perasaan kepuasan, dan
pengetahuan tentang dirinya sendiri.
l Pada gilirannya, pencapaian ini akan membantu melewati
transisi ke periode dewasa muda.
Tahap VI: Masa Dewasa Awal (19-40 tahun)
Keintiman vs.
Isolasi l Krisis ego: Keintiman vs. Isolasi
l Peristiwa penting: Hubungan-hubungan/relasi l Kekuatan
ego: Cinta/love
l Tahap ini termasuk periode yang cukup panjang. Anak telah
diharapkan mampu hidup mandiri. Mereka mulai mengambil peranan dan tanggung
jawab yang lebih berat.
l Selain itu mereka mulai terlibat dalam hubungan intim
dengan orang dewasa lainnya.
l Kemampuannya untuk
menjalani hidup dengan tanggung jawab dan menjalin hubungan intim dengan orang
lain akan membangun pribadi yang hangat dan bersahabat serta mampu mencintai
orang lain.
l Sebaliknya, jika gagal dalam tahapan ini, ia akan merasa
kesepian dan terisolas
Tahap VII: Masa Dewasa Matang (40-65 tahun) Generativitas
vs. Stagnasi l Krisis ego:
Generativitas vs. Stagnasi (Generativity vs
Stagnation)
l Peristiwa penting: Bekerja dan menjadi tua l Kekuatan ego:
Pemeliharan/ Care
l Periode ini merupakan proses yang panjang karena mereka
sudah menjadi dewasa dan harus mengurus anak-anak atau generasi berikutnya.
l Keberhasilan untuk mengatasi krisis ini sangat tergantung
dari keberhasilan pada periode sebelumnya.
l Mereka yang berhasil mengembangkan diri sebagai pribadi
yang mencintai dan dapat dicintai, hangat, bersahabat akan memberikan perasaan
mampu untuk memegang tongkat estafet sebagai orang tua dan menikmati peranan
pengasuhan bagi generasi berikutnya.
l Mereka yang gagal akan lebih merasa tidak berkembang,
terlalu banyak masalah pribadi, atau bosan hidup
Tahap VIII: Usia Tua (65 tahun – mati) Integritas vs. Keputusasaan
l Krisis ego: Integritas vs. Keputusasaan (Ego Integrity vs.
Dispair)
l Peristiwa penting: Refleksi kehidupan
l Kekuatan ego: Kebijaksanaan/Wisdom
l Periode manusia
merefleksikan apa saja yang telah mereka perbuat, capaian, dan kegagalan.
l Mereka yang merasa puas dengan hidupnya karena
menghasilkan sesuatu, terutama untuk masyarakat dan generasi berikutnya, akan
memandang hidup mereka dalam kebajikan dan mampu bersikap bijak.
l Mereka yang merasa gagal dan tidak memberikan apa pun akan
merasakan penyesalan dan kesia-siaan hidup
Comments
Post a Comment
Komentar gan :