KTI D3 KEBIDANAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Pelayanan kontrasepsi merupakan
salah satu komponen dalam pelayanan Keluarga Berencana (KB) diharapkan
sebanyak-banyaknya pasangan usia subur (PUS) di Indonesia akan mengikuti
gerakan Keluarga Berencana (KB) secara dini dan lestari semua jenis metode
kontrasepsi telah tersedia di seluruh tempat pelayaan kesehatan dan sangat
mudah dijangkau oleh masyarakat, kecuali metode, kontrasepsi mantap yang
memerlukan tindakan operasi (BKKBN, 2002). Penggunaan kontrasepsi hormonal
sebagai salah satu alat kontrasepsi meningkat tajam menurut WHO. Dewasa ini
hampir 380 juta pasangan menjalankan Keluarga Berencana dan 65 – 75 juta
diantaranya terutama di Negara berkembang menggunakan kontrasepsi hormonal.
Seperti kontrasepsi oral suntik dan implan kontrasepsi hormonal yang digunakan
dapat memiliki pengaruh positif ataupun negatif terhadap berbagai organ wanita
baik organ genetalia maupun non genetalia (Prawiroharjo, 2002). Secara nasional
pencapaian peserta Keluarga Berencana aktif sampai dengan Agustus 2001 sebanyak
26.792.374 peserta. Peserta dilihat menurut kontrasepsinya maka suntikan
mencapai presentasi tertinggi yaitu 34,66% atau 9.287.147 peserta, pil 28,18%
atau 7.551.015 peserta, IUD 20 % atau 5.360.522 peserta, implant 10,12% atau
2,712.065 peserta, medis operasi 5,77% atau 1,547.994 peserta, kondom dan obat
vaginal 1,24% atau 333.629 peserta (BKKBN, 2002). Kesehatan reproduksi
merupakan bagian penting dari program kesehatan dan merupakan titik pusat
sumber daya manusia mengingat pengaruhnya terhadap setiap orang dan mencakup
banyak aspek kehidupan sejak dalam kandungan sampai pada kematian. Oleh karena
itu pelayanan kesehatan reproduksi harus mencakup empat komponen esensial yang
mampu memberikan hasil yang efektif dan efisien baik dikemas dalam pelayanan
yang terintegrasi. Salah satu komponen esensial tersebut adalah Keluarga
Berencana (KB). Pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang berkualitas telah
menjadi tuntutan masyarakat, disamping merupakan kewajiban pemerintah dan pemberi
pelayanan untuk masyarakatnya. Tuntutan pelayanan yang berkualitas ini
dipengaruhi dengan semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat terhadap
kesehatan, termasuk Keluarga Berencana dan kesehatan reproduksi (Saifudin,
2003). Pendidikan mendorong masyarakat untuk menyadari bahwa pengendalian
susunan dan jumlah keturunan, dapat meningkatkan kesejahteraan sehingga lebih
mampu menumbuhkan kualitas sumber daya manusia secara nasional untuk dapat
mengendalikan pertumbuhan penduduk diperlukan keikutsertaan masyarakat. sekitar
80 – 85% PUS dan keikutsertaannya sekitar 75% pasangan PUS mencapai pertumbuhan
penduduk sekitar 1% pertahun. Disadari bahwa pengendalian pertumbuhan penduduk
tidak mungkin dapat dilakukan. Bila tidak ditunjang oleh pelaksanaan APM (Abortus
Provokatus Meditinalis) dengan indikasi sosial dalam gerakan Keluarga Berencana
dicanangkan cegah metodeefektif berkisar 75-80% termasuk 15 – 20% metode kontra
kontra sepsi mantap (Manuaba, 2001). Banyak hal yang mempengaruhi akseptor
dalam memilih alat kontrasepsi antara lain adalah pertimbangan medis, latar
belakang sosial budaya, sosial ekonomi, pengetahun, pendidikan, dan jumlah anak
yang di inginkan. Disamping itu adanya efek samping yang merugikan dari suatu
alat kontrasepsi juga berpengaruh dalam menyebabkan bertambah atau berkurangnya
akseptor suatu alat kontrasepsi (Depkes RI, 2007). Dalam memilih alat
kontrasepsi sebaliknya mengetahui keuntungan dan kerugian yang mungkin terjadi.
Ciri-ciri suatu kontrasepsi yang ideal meliputi daya guna, aman, murah, dan
efek sampingannya minimal (Prawiroharjo, 2005). Kontrasepsi suntik memiliki
keistimewaan sehingga ibu-ibu banyak menggunakannya antara lain aman,
sederhana, efektif, dapat dipakai pasca persalinan (Siswosudarmo, 2001). Sesuai
namanya kontrasepsi hormonal menggunakan hormon progesteron atau kombinasi
estrogen dan progesteron. Prinsip kerjanya, hormon progesteron mencegah
pengeluaran sel telur dari kandung telur, mengentalkan cairan dileher rahim
sehingga sulit ditembus sperma, membuat lapisan dalam rahim mejadi tipis dan
tidak layak untuk tempat tumbuh hasil konsepsi, serta membuat sel telur
berjalan lambat sehingga mengganggu waktu pertemuan sperma dan sel telur.
Mengingat kontrasepsi suntik berperan besar dalam mengganggu kesuburan ibu
terutama pada saat menstruasi. Salah satu efek alat kontrasepsi suntik pada
saat menstruasi mngakibatkan lapisan lendir rahim akan menipis (Uttiek, 2006).
Kontrasepsi suntik adalah kontrasepsi hormonal jenis suntikan yang dibedakan
menjadi dua macam yaitu DMPA (depot medroksiprogesterone asetat) dan kombinasi.
Suntik DMPA berisi depot medroksiprogesterone asetat yang diberikan dalam
suntikan tunggal 150 mg/ml secara intramuscular (IM) setiap 12 minggu (Baziad,
2002). Efek samping penggunaan suntik DMPA adalah gangguan haid, penambahan
berat badan, kekeringan vagina, menurunkan libido, gangguan emosi, sakit
kepala, nervotaksis dan jerawat. Gangguan haid yang sering ditemukan berupa
siklus haid yang memendek atau memanjang, perdarahan banyak atau sedikit,
perdarahan yang tidak teratur atau perdarahan bercak (spotting), tidak haid
sama sekali (amenore) (Susilowati, 2012). Salah satu efek samping penggunaan KB
suntik ialah gangguan menstruasi, terutama berhentinya menstruasi. Tetapi
berhentinya menstruasi tidak menimbulkan akibat buruk atau bahaya bagi
kesehatan (Pangkahila, 2003). Menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) tahun 2007. PUS yang menggunakan metode kontrasepsi terus meningkat
mencapai 61,4%. Pola pemakaian kontrasepsi terbesar yaitu suntik 31,6%, Pil
13,2%, IUD 4,8%, implant 2,8%, kondom 1,3%, kontap 3,1%, dan kontap pria 0,2 %
dan metode lainnya 0,4%. Sebagai gambaran metode kontrasepsi suntik pada tahun
1991 hanya 11,7%, 1994 menjadi 15,2%, 1997 menjadi 21,1%, 2003 menjadi 27,8%
dan 2007 mencapai 31,6% (BKKBN., 2008). Berdasarkan Profil Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota Tahun 2007, jumlah penduduk Sumatera Utara terdiri dari
12.911.511 jiwa. Jumlah PUS terdiri dari 1.863.147 jiwa. Dari seluruh akseptor
KB aktif 1.107.634 orang dengan proporsi 59,45%, yang menggunakan suntik
399.256 orang dengan proporsi 36,04%, Sedangkan akseptor KB baru terdiri dari
220.892 orang dengan proporsi 11,86%, yang menggunakan suntik 82.068 orang
dengan proporsi 37,15% yang tidak menggunakan KB suntik 138.824 dengan proporsi
62.85% (Profil Kesehatan Tahun 2007). Pada tahun 2008 PUS Sumatera Utara
2.046.122 orang, Dari seluruh akseptor KB aktif terdiri dari 1.350.724 orang
dengan proporsi 66,01%, penggunaan KB suntik 448.783 orang dengan proporsi
33,96%. Sedangkan akseptor KB baru 345.271 orang dengan proporsi 16,87% dan
yang menggunakan suntik 137.127 orang dengan proporsi 42,32%. Dari tahun 2007
sampai 2008 terjadi peningkatan penggunan alat kontrasepsi suntik di Sumatera
Utara (BKKBN., 2008). Berdasarkan survey pendahuluan yang penulis lakukan di
Klinik Bersalin D. Damanik, diketahui jumlah ibu yang berkunjung periode
januari –Mei tahun 2012 sebanyak 196 orang dengan rata-rata tiap bulannya
sebanyak 39 orang (Prifil Kesehatan Klinik Bersalin Bidan D. Damanik, 2012)
Dari uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan
judul “Hubungan Pemakaian Alat Kontrasepsi Suntik Dengan Gangguan Menstruasi
Pada Ibu di Klinik Bersalin D. Damanik Desa Poriaha Kecamatan Tapian Nauli
Tahun 2012”. 1.2. Perumusan masalah Perumusan masalah dalam penelitian ini
adalah : adakah hubungan pemakaian alat kontrasepsi suntik dengan gangguan
menstruasi pada ibu di klinik bersalin D. Damanik Kecamatan Poriaha Kabupaten
Tapanuli Tengah. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan umum Untuk mengetahui
hubungan pemakaian alat kontrasepsi suntik dengan gangguan menstruasi pada ibu
di klinik bersalin D. Damanik Desa Poriaha Kecamatan Tapian Nauli Kabupaten
Tapanuli Tengah. 1.3.2. Tujuan khusus 1. Untuk mengetahui pemakaian alat
kontrasepsi suntik pada ibu di klinik bersalin D. Damanik Desa Poriaha
Kecamatan Tapian Nauli Kabupaten Tapanuli Tengah. 2. Untuk .........................................................................
Comments
Post a Comment
Komentar gan :