CERPEN MENGGAMBAR WAJAH AYAHKU
Cerpen
Menggambar Wajah Ayahku
“….tuuppp…cusssss…bummmm”, suara-suara serangan yang datang
kepadaku, seperti bom-bom rudal yang menyerang sebuah Negara pada saat
berperang. Aku… !! Aku masih didalam perut oleh seorang wanita. Dia tidak
mengiginginkan
kehadiranku, dia benci dengan kedatanganku, kadang-kadang aku tidak habis pikir,
kenapa dia begitu benci kepadaku…..apa salah dan dosaku, sehingga dia benci
kepadaku, berbagai cara dilakukannya untuk mengahabisi nyawaku, cairan demi
cairan dimasukkan kedalam tubuhnya. Pil demi pil ditelannya untuk membasmi ku,
aku merasakan sakit, aku merasakan perih. Kulitku terasa terbakar dibuatnya,
aku kepanasan, aku gelisah. Aku takut didalam sana.
Didalam sangkar ku yang kecil, aku berdoa kepada Tuhan, meminta
kepadaNya untuk menyelamatkan hidupku, yah.......Tuhan masih baik , Dia memberikan teman kepadaku yaitu cairan-cairan
yang selalu menjagaku. Cairan-cairan yang tidak bosan-bosanya menjagaku, cairan
yang tidak bosan-bosanya berbicara kepadaku. Mereka adalah sahabat-sahabat
sejatiku yang menjaga aku didalam sangkarku.
“tenang sahabatku, kami akan selalu menjagamu sampai titik habis
kekuatan kami”, seru sii cairan
“Terimakasih sahabatku”…jawabku.
Wanita itu terus berusaha membasmiku, memasukkan semua cairan racun
yang ingin membunuhku, untung sahabat-sahabatku menghalangnya, sehingga aku
merasa terjaga. Apa yang ada didalam pikiran si wanita itu, yang nantinya
akan ku panggil Ibu, kenapa dengan dia, begitu bencinya dengan diriku, kenapa
dia malu akan kehadiranku, apakah karena kelakuanku yang sebenarnya tidak tau
apa-apa. “apa salahkuuuuuuu” aku menjerit dari dalam rahimnya, tetapi dia tidak
mau mendengarkan ku. Sapa yang patut harus malu sehingga aku ingin dibunuh,
hampir setiap hari cairan-caran putih datang menghampiriku, hampir setiap hari
benda-benda yang panjang dimasukkan kedalam untuk menghantamku dengan
hantaman-hantaman yang sadis, puluhan bahkan ratusan bergonta-ganti aku lihat
untuk menghantamku. Dia menggila dengan menampung semua laki-laki disisinya,
siapa yang paling jalang diantara
kami dan sapa yang patut harus menanggung malu, Apa
arti dari semua ini ?. apakah aku yang harus menanggungnya?.
Wanita yang akan kupanggil ibu itu tidak bosan untuk menyerangku,
dengan cairan-cairan bom yang telah dipersiapkannya, sahabat-sahabat sejatiku
satu persatu mulai tidak kuat untuk menghadapi serangan tersebut satu demi satu
dari mereka gugur hanya untuk menjaga dan menyelamatkan aku.
“maafkan kami sahabatku, kami tidak sanggup lagi untuk menahan
serangan ini, kami tidak dapat lagi menjagamu, kami sudah lemah”.
“Bagaimana dengan aku, jangan tinggalkan aku sendiri”
“kami akan mengeluarkan mu dengan paksa untuk memulai hidupmu”
“tidak…kalian harus ikut denganku “
“tidak kawanku, disaat kamu nanti keluar, kami akan terbang kelangit
dan hinggap diantara para bintang, jika kamu merindukan kami, lihatlah
bintang-bintang yang ada dilangit”.
Dengan tiba-tiba wanita itu menjadi lemah, para sahabat-sahabatku
memaksaku untuk keluar dari rahimnya yang sudah kotor, dari rahimnya yang penuh
dengan racun, tidak beberapa lama aku dilahirkan didunia ini, dengan sebagai
seorang laki-laki yang memiliki kekurangan, tangan kiriku yang tidak normal,
tidak seperti biasanya, tidak seperti para bayi-bayi yang lain yang dilahirkan
didunia, aku berbeda dengan kelainanku, itu semua akibat dari rasa sakit dan
perih yang kurasakan pada saat didalam rahim, aku diracuni.
Akhirnya aku merasakan, apa itu dunia. Aku berbicara dengan tangisan
yang kulantukan dalam bentuk nada-nada tangisan, mengisyaratkan kebahagiaanku yang telah selamat
dari kematian dan juga sebagai ucapan terimakasihku kepada sahabat-sahabatku
yang selalu menjaga aku dan juga kepada Tuhan. Aku menangis dengan nada yang
indah. Aku meraskan udara, aku merasakan cahaya, aku merasakan ketenangan
didalam kulitku, aku tidak lagi merasakan perih yang menempel pada kulitku, aku
terbebas dari racun-racun yang menghampiriku.
aku tidak pernah merasakan apa itu arti ibu, apa itu kasih ibu
semenjak aku dilahirkan, aku menatap sepasang mata, mata yang juga memandangku
dengan tulus, seorang wanita yang sedang menggendongku, dia juga yang membantu
aku untuk keluar didunia ini, aku sangat nyaman digendongnya. Aku mengucapkan
terimakasih kepadanya dengan nada-nada tangisan ku kepadanya, ucapan terimakasih
terbesar ku kepadanya.
…………………………………………….
Aku sekarang berumur 12 tahun, aku hidup dengan kekurangan ku. Aku
tidak pernah merasakan ibu, bahkan aku dapat menghitung dengan jariku, sudah
berapa banyak kah aku untuk mengucapkan kata “mama” untuk ibu ku. Jika batin memiliki mulut, maka dia akan
berkata “aku tersiksa”, batin ku tersiksa didalam hidupku ini.
Malam ini aku berada di kamarku dengan sendirian, aku membuka
jendela kamarku lebar-lebar dan aku duduk tepat di jendela, sambil menatapi
langit dan melihat bintang-bintang, dimana yang aku percayai bahwa mereka adalah
jelmaan sahabat-sahabatku, yang dulu menjaga ku dari serangan-serangan racun,
aku sangat kengen dengan mereka aku ingin bertemu dengan mereka, karena hanya
mereka yang aku punya, ketika aku memandang ke langit sesekali mereka
menyapa ku dengan kerlipan-kerlipan cahaya mereka kepada aku, dan aku sangat
senang, aku sapa mereka dengan lambaian tanganku.
Angan-angan ku itu pecah ketika tiba-tiba suara dua orang yang tertawa ku dengar dari depan pintu
rumahku, salah satu dari suara tawa itu sangat ku kenal, yaitu ibuku, dan suara
yang satu lagi adalah suara seorang laki-laki yang tidak aku kenal. aku tidak heran lagi
dengan kejadian ini, hampir setiap malam aku mendengarkan aktivitas ini, setiap malam ibu ku
berhubungan dengan minuman alcohol, setiap malam ibu ku pulang dengan
laki-laki, dan saya tidak heran lagi, jika laki-laki yang bersama dia selalu
berganti-ganti.
Ketika pulang saya selalu ingin menyapa ibu ku, tetapi apa yang
terjadi, makian yang aku dapat bahkan tamparan yg aku terima, “dasar anak
setan”, kata ibuku, dengan tamparan yang menghantam wajahku, aku terjatuh
dengan serangan itu, serangan itu diberikan kepadaku tepat didepan silaki-laki
yang dibawanya kerumah, dan mereka tertawa melihatku. Kadang-kadang aku tidak
merasakan sakit lagi jika aku diperlakukan seperti ini, karena sudah sering merasakan yang seperti
ini.
Mereka dengan pestanya sendiri, mereka dengan kegilaannya sendiri,
aku didalam kamar yang gelap sendiri, menatap keluar. Setiap malam aku selalu
membuka jendela kamarku, agar aku bisa selalu ditemani oleh sahabat-sahabatku,
agar cahaya mereka yang selalu menemani tidurku. Sebelum memejamkan mataku saya berpikir, dari
semua yang telah aku alami ini. Sebenarnya sangat gampang untuk membunuh ibu ku ini,
hanya menusukkan pisau ke jantungnya ketika dia tidur, maka dia akan mati
seketika. Begitu banyak kesempatan yang datang padaku untuk membunuhnya. Tetapi
aku tidak bisa, karena setiap aku memikirkan dan memimpikan itu, cahaya-cahaya
dari sahabatku melarangnya, karena mereka tidak mau, jika aku adalah seorang
pembunuh.
………………………………………
Hari telah berganti menjadi siang, sang matahari
menunjukkan jati dirinya kepada bumi, sehingga menerangi seluruh dunia ini, dan
aku terbangun dari mimpiku dan bersiap untuk menjalani kehidupan yang nyata. Ditempat
lain ibuku masih tertidur di tempatnya. Dia masih tertidur pulas dan aku tidak
lagi melihat laki-laki itu. Dengan tanganku yang memiliki kekurangan aku pergi
ke dapur untuk memaksakan sarapan kami. Lalu aku memaksakkan telur yang ada
didapur untuk sarapan aku dan ibuku. Aku kembali lagi didepan kamarku, pagi
hari saya melihat begitu banyak tawa dan senyum, ketika banyak anak-anak yang
seusaiku lewat dengan seragam yang mereka kenakan sambil bercanda dan tertawa
mereka menyambut hari-hari mereka dengan begitu riang, aku iri melihat mereka
dengan kesempurnaan mereka, aku iri melihat mereka dengan senyum dan tawa
mereka, aku ingin seperti mereka, yang pergi ke sekolah, berjumpa dengan
teman-teman sambil tertawa riang , mereka dimanjakan oleh kedua orang tua
mereka, bagiku mereka memiliki kesempurnaan. Mereka memiliki ayah, mereka
dimanjakan oleh seorang ayah, mereka disanjung oleh seorang ayah. Membuat itu
aku rindu akan sosok ayahku, aku menginginkan akan sosok seorang ayah yang
datang kepadaku, aku ingin melihat wajahnya. Lalu aku mengambil sebuah penah
dan selembar kertas, dengan hati yang sangat senang aku menggambar sosok
ayahku, aku mulai menggerakkan tanganku untuk menggambar sosok ayahku, aku
menggambarnya dengan sangat hati-hati, karena aku menginginkan kesempurnaan
dalam hasil gambar ayahku, akhirnya selesai, aku telah berhasil menggambar
sosok ayahku dengan sempurna yaitu berupa gambar penis yang saya yakini adalah
merupakan sosok dan gambar ayahku, aku terharu dengan kesempurnaan gambar
ayahku. Sambil mengatakan “aku sayang kamu ayahku”, kemana pun aku pergi aku
kan pergi membawa gambar ayah ku ini.
Suatu ketika aku pergi bermain di suatu lapangan,
dan menghampiri beberapa anak yang seusiaku disana. Mereka dengan kesibukannya
sendiri dan begitu juga dengan aku yang masih bangga dengan sosok ayah ku, lalu
aku duduk di sebidang pasir yang ada dilapangan tersebut, dengan rasa bangga
dan pamer aku menggambarkan sosok ayahku di atas pasir tersebut, dan jadilah
gambar ayahku, tiba-tiba anak yang lain menertawakan aku sambil
menendang-nendang gambar ayahku, lalu aku berdiri dan mengambil sebongkah kayu
untuk memukul mereka, dan mereka pergi sambil berlari menjauhiku, karena
nantinya saya akan memukul mereka dan mereka pun akhirnya pergi jauh. Kejadian
ini membuat saya kesal dan bersedih, saya pulang dari lapangan itu dengan mata
yang bekaca-kacah.
Aku sangat bersedih karena mereka telah menghina
ayahku, aku sangat geram dan kesal. Didalam perjalanan pulang aku melihat
seorang ayah dengan anaknya sedang membeli ice cream, saya melihat anaknya
sangat senang dengan kebaikan ayahnya, Lalu aku mengeluarkan gambar ayahku dan
pergi menghampiri si Penjual Ice cream bermaksud untuk membelikan ice cream
bersama ayahku, lalu Si penjual ice cream tertawa kepadaku sambil mengejek, dia
mengejek gambar ayahku, membuat itu aku sangat geram dengan dia, aku tidak bisa
berterima jika dia mengejek ayahku, lalu aku pergi menjauh dari dia dan sambil
mengambil batu untuk saya lemparkan ke grobaknya, setelah agak jauh saya
melempar gerobak si penjual ice cream tersebut dan aku pergi berlari
bersembunyi untuk menghindari kejarannya, akhirnya aku pun dapat meloloskan
diri dari kejaran si penjual ice cream tersebut.
Tak terasa hari sudah petang, matahari pun sudah
ingin kembali ke tempatnya dan aku pun bergegas pulang bersama dengan gambar
ayahku yang ada digenggamanku. Seperti biasa ibu ku masih belum pulang dari
kesenangannya. Pikiran dan hatiku masih dikobarkan oleh rasa banggaku kepada
ayahku, , dengan hati yang sangat senang dan gembira akan gambar ayahku, aku
ingin seluruh rumahku dipenuhi oleh wajah ayahku, maka aku mengambil sebuah
alat tulis dan mulai menggambar sosok ayaku, di dinding depan rumah, di dalam
kamar, di dapur, hampir seluruh rumah dipenuhi oleh gambar ayahku, dikamarku
begitu juga dikamar ibuku, aku juga menggambarnya disana, kertas-kertas juga
saya gantungkan di kamarku dengan sosok gambar ayahku, aku sangat senang dengan
semua ini, aku sangat gembira, karena aku tidak susah lagi untuk merindukan
sosok ayahku.
Didalam kamarku, aku mendengar langkah kaki untuk
masuk kedalam rumah, dan saya tau itu siapa. Dia itu adalah ibuku. Pada saat
masuk dia berteriak seperti kesurupan dan bringas dan dengan kecepatan tinggi
menuju kamarku....baarrrrr, pintu kamarku ditendangnya sehingga dapat terbuka
secara terpakasa.
“apa maksud mu dari semua ini anak haram”???.
“saya tidak mengerti bu, ibu bertanya seperti itu
kepada saya”.
“Apa kamu bilang ?””..sambil menjewer telinga
saya. Dan saya pun tidak melawan.
“Kenapa kamu menggambar rumah ini penuh dengan
gambar penis..hahh..katakan ..katakan padaku...”
Sambil menatap tajam ke mata ibuku “ itu bukan
gambar penis,,,,itu adalah gambar ayahku, dan saya tidak suka kalo ayahku
dihina”.
Ibu sambil tertawa menjawab “ apa kau bilang,,,,??
Ayahmu ??? dasar anak haram?? Anak Gila??,,,lebih baik kamu pergi dari rumah
ini dan mati di luar sana”. Sambil menampar saya dengan sekuat tenagnya membuat
saya terjatuh dilantai.
Dengan gaya yang seperti kesurupan wanita itu pun
mengacak-acak gambar yang aku buat, yang tidak lain itu adalah gambar ayahku,
dia merobek –robek dan memija-mijak gambar tersebut. Membuat itu aku sangat
geram lalu aku berlari ke dapur untuk mengambil sebuah pisau, semua
perlakuannya dapat aku terima, tetapi
saya tidak bisa terima jika ayah ku di injak-injak dan dihina. Tanpa pikir
panjang saya menghampiri wanita itu, dan saya menusuknya dari belakang tepat
disebelah kanan perutnya. Dan semakin dalam, lagi dan lagi dan lagi saya
menusuk perut wanita itu, dan saya tidak puas saya menusuk lagi perut sebelah
kirinya berulang-ulang kali, dan saya biar kan pisau itu menancap diperutnya,
tangan ku penuh dengan darah, darah ibuku sendiri, darah yang melahirkan aku.
Aku sangat senang, karena aku menemukan kedamaian
didalam ibuku. Tidak seperti dulu lagi, tetapi sekarang dia hanya bisa terkapar
dan terdiam. Lalu aku menyeret ibuku kedalam kamarnya dan aku meletakkannya
diranjangnya. Tepat disampingnya aku juga meletakkan gambar ayahku yang sangat
besar, saya tersenyum dan bahagia ketika saya merasakan kedamain didalam hidup
ku, aku bahagia karena aku melihat kedua orang tuaku tidur dengan akur, ibuku
yang telah saya tusuk dan gambar ayahku yang telah saya buat. Dan aku pun tidur
diantar mereka dengan memegang tangan ibu ku dan memeluk gambar ayahku.
........................................................................
Didedikasikan kepada suatu tempat.
Penulis : Welrin
Rotua Simatupang
- Guru
SDN 081225 Sibolga
- Guru
SMP sw PGRI 16 Sibolga
Comments
Post a Comment
Komentar gan :